Dua orang sahabat karib sedang berjalan melintasi padang pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir :
"...HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU..."
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah Sungai, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, cuba berenang namun nyaris lemas, dan telah diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai sedar dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu:
"...HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU..."
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, “Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?”
Temannya sambil tersenyum menjawab, “Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak hilang tertiup angin.”
Cerita di atas, bagaimanapun tentu saja lebih mudah dibaca dibanding diterapkan. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah pertemanan ‘hanya’ kerana sakit hati atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita.
Mungkin ini memang bahagian dari sifat buruk yang ada pada diri kita. Kerana itu, seseorang pernah memberitahu saya apa yang harus saya lakukan ketika saya sakit hati. Beliau mengatakan ketika sakit hati yang paling penting adalah melihat apakah memang orang yang menyakiti hati kita itu tidak kita sakiti terlebih dahulu..??
Bukankah sudah menjadi lumrah sifat orang untuk membalas dendam?
Mungkin kita telah melukai hatinya terlebih dahulu dan dia menginginkan sakit yang sama seperti yang dia rasakan.
Mungkin juga sakit hati kita kerana kesalahan kita sendiri yang salah dalam menafsirkan perkataan atau perbuatan teman kita.
Mungkin kita tersinggung oleh perkataan sahabat kita yang dimaksudkannya sebagai gurauan.
Namun demikian, orang yang bijak akan selalu mengajar dirinya untuk memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya yang lain.
Tetapi ia seakan sungguh sangat berat..??
Kerana itu rasullulah Saw yang dicintai mengajar untuk ‘'menyerahkan'’ sakit itu kepada Allah Swt yang begitu jelas dan pasti mengetahui bagaimana sakit hati kita iaitu dengan membaca doa,
“Ya Allah, balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikannya kepada kami dengan balasan yang jauh dari yang mereka bayangkan.
Ya Allah, ampuni kesalahan-kesalahan saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami.”
Bukankah Rasulullah pernah berkata,
“Tiga hal di antara akhlak ahli syurga adalah memaafkan orang yang telah menzalimi mu, memberi kepada orang yang mengharamkanmu, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu”.
Kerana itu, Saudara-saudara yang di hormati, mungkin saya pernah menyakiti hatimu dan kau tidak membalas, dan mungkin juga kau menyakiti hati saya kerana saya pernah menyakitimu.
Namun dengan izin-Nya saya berusaha memaafkanmu. Tapi yang saya takutkan kalian tidak mahu memaafkan saya.
Sungguh, Saudara-saudara yang dicintai, dosa-dosa saya kepada Tuhan telah menghimpit kedua sisi tulang rusuk hingga menyesakkan dada.
Saudara-saudaraku, jika kalian tidak sanggup mendoakan Saya agar saya ‘ada’ di hadapan-Nya, maka ikhlaskan segala kesalahan-kesalahan Saya.
Tolong jangan kalian tambahkan kehinaan pada diri saya dengan mengadukan kepada Tuhan bahwa saya telah menyakiti hati kalian.
Sumber; Ustaz Wafiy